Wednesday, October 7, 2009

Artikel dakwah: Bolehkah Kita melupakan/melalaikan Kiamat?


Bolehkah Bersikap Santai Menghadapi Hari Kiamat?

Ummat Islam sangat disayang oleh Allah subhaanahu wa ta’aala sehingga mereka tidak diizinkan Allah subhaanahu wa ta’aala mengalami peristiwa dahsyat hari Kiamat. Beberapa saat menjelang Kiamat akan berlangsung Allah subhaanahu wa ta’aala bakal mengutus angin sejuk untuk mencabut nyawa setiap orang yang memiliki keimanan walau seberat biji atom agar tidak perlu mengalami dahsyatnya peristiwa Kiamat.

Rasulullah bersabda: “Kemudian Allah melepaskan angin dingin yang berhembus dari Syam. Maka tidak seorangpun dari manusia yang beriman kecuali dicabut nyawanya.” (HR Muslim 14/175)

”Sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aala akan mengutus suatu angin yang lebih lembut dari sutera dari arah Yaman. Maka tidak seorangpun (karena angin tersebut) yang akan disisakan dari orang-orang yang masih ada iman walau seberat biji dzarrah (atom) kecuali akan dicabut ruhnya.” (HR Muslim 1098)

Setelah semua orang beriman dicabut nyawanya dari muka bumi, maka tersisalah manusia-manusia paling jahat, paling kafir, paling musyrik di dunia. Atas mereka inilah Kiamat bakal terjadi. Sehingga peristiwa Kiamat menjadi azab mengerikan yang menimpa mereka sebelum azab lebih dahsyat yang menanti mereka di akhirat kelak.

Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Kiamat tidak akan berlangsung kecuali menimpa atas orang-orang yang paling jahat.” (HR Muslim 5243)

..." sehingga yang tersisa hanya manusia jahat yang tidak memiliki keimanan. Mereka tidak mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk hingga syetan muncul dan berkata: ”Mengapa kalian tidak memenuhi seruanku saja?” Mereka menjawab: ”Apa yang kalian perintahkan pada kami?” Syetan memerintahkan kepada mereka untuk menyembah berhala. Maka merekapun mengikuti saran tersebut. Sedangkan mereka berada dalam kehidupan yang serba berkecukupan, kemudian ditiuplah sangkakala (hari kiamatpun datang).” (HR Muslim 14/175)

Bila demikian keadaannya, bolehkah seorang muslim bersikap santai dan acuh tak acuh terhadap peristiwa dahsyat Kiamat? Sudah barang tentu TIDAK…! Sebab tidak seorangpun mengetahui kapan datangnya

hari Kiamat. Jangankan sembarang manusia, bahkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sekalipun tidak tahu persis hari, tanggal, bulan dan tahun bakal terjadinya hari Kiamat.

”Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit/hari Akhir/hari Kiamat. Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari itu hanya di sisi Allah.” (QS Al-Ahzab ayat 63)

Jadi kita tidak dibenarkan menyikapi hari Kiamat dengan bersantai-santai hanya mentang-mentang kita termasuk muslim yang dijamin tidak bakal mengalaminya. Padahal kita tidak tahu persisnya kapan hari itu akan tiba. Yang pasti, Allah subhaanahu wa ta’aala memerintahkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam untuk mengkondisikan ummatnya agar meyakini bahwa hari Kiamat sudah dekat waktu kedatanganannya. Walau kedatangannya tidak jelas, tapi ummat diarahkan untuk selalu standby menghadapinya dengan menghayati bahwa kedatangannya sudah dekat. Tidak ada satupun ayat maupun hadits yang membenarkan sikap menganggap bahwa Kiamat masih jauh.

“Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari itu sudah dekat waktunya.” (QS Al-Ahzab ayat 63)

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu berkata: Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Aku dan hari kiamat diutus (berdampingan) seperti ini.” Anas berkata:”Dan beliau menghimpun jari tengah dan jari telunjuknya.” (HR Muslim 14/193)

Di samping itu, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengingatkan kita bahwa beberapa saat sebelum tibanya hari Kiamat dunia bakal diselimuti rangkaian fitnah yang begitu dahsyat sehingga menjadi laksana potongan malam yang gelap-gulita. Sedemikian hebatnya keadaan fitnah-fitnah saat itu sehingga akan banyak dijumpai orang yang begitu mudah berubah menjadi kafir padahal asalnya beriman. Bahkan perubahan dari iman menjadi kafir tersebut berlangsung dalam tempo yang sangat singkat. Tidak memerlukan proses dan waktu yang lama.

”Sesungguhnya menjelang hari Kiamat banyak fitnah bermunculan laksana malam gelap. Pagi hari seseorang beriman dan sore harinya kafir. Sore hari beriman paginya kafir.” (HR Ibnu Majah 11/455)

Dunia yang kita hadapi dewasa ini saja sudah terasa diwarnai begitu banyak fitnah. Marilah kita bersungguh-sungguh mempersiapkan diri menghadapi bakal datangnya hari dahsyat Kiamat. Marilah kita jauhi sikap santai dan acuh tak acuh terhadap fenomena hidup di Akhir Zaman menjelang datangnya Kiamat. Marilah kita tingkatkan pengetahuan dan keyakinan kita akan tanda-tanda menjelang datangnya Kiamat agar kita dapat mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan skenario ilahi yang bakal –insyaAllah- pasti terjadi. Semoga Allah subhaanahu wa ta’aala memasukkan kita ke dalam golongan yang tidak salah mensikapi segenap tanda demi tanda Akhir Zaman yang kian membenarkan kenabian Rasulullah Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.

Peribahasa mengatakan sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna. Pepatah ini menasihati agar sebelum bertindak atau melakukan sesuatu, hendaknya dipikirkan terlebih dahulu baik buruknya. Sebab tidak ada satu penyesalan pun yang mendahului perbuatan. selamanya ia akan datang kemudian.

Ada dua pokok keimanan yang termaktub di dalam Al-Qur'an yang menuntut pembuktian, sehingga tidak sedikit Al-Qur'an dan Hadits menyebut dan sekaligus menggandengkannya, yaitu iman kepada Allah dan kepada hari akhir (kiamat).

Dengan demikian keterkaitan erat antara keimanan kepada Allah dengan keimanan kepada hari akhir, seorang ulama mengatakan keimanan seseorang belumlah dikatakan sempurna jika ia tidak beriman kepada hari akhir. Karena keimanan kepada Allah menuntut amal, sedang amal itu baru sempurna dorongannya dengan sebab keyakinan akan hari akhir. Mengingat balasan yang sempurna yang Allah janjikan akan diterima pada hari kemudian.

Dan sebenarnya kita tidak mengetahui kedua hal itu kecuali melalui wahyu yang disampaikan kepada rasul.
Hari akhir adalah termasuk perkara ghaib yang tidak dapat dijangkau para peramal. Ketika Nabi Muhammad SAW ditanya oleh malaikat Jibril tentang hari kiamat, justru balik tanya, bahwa yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya. Beliau tidak tahu perbendaharaan Allah serta tidak tahu kapan akan turun hujan.

Andaikan ada peramal modern yang mengaku tahu akan terjadinya hari kiamat, maka yang demikian itu disebut "Arrafan" alias Sotoy alias Sok tahu.

Sesal yang Abadi

Sesungguhnya pada kekuasaan Allah lah pengetahuan akan hari kiamat. Ia yang menurunkan hujan, Ia mengetahui apa yang ada dalam kandungan, sedang tidak ada satu pun yang mengetahui apa yang akan terjadi pada hari esok, dan tidak seorang pun yang tahu di bumi mana ia akan mati.

Lebih jauh lagi tidak tahu akan bertemu dengan malakul maut, dan kematian itulah yang akan membukakan pintu hisaban yang pasti datang.
Ketika hal itu menjadi sebuah keyakinan, maka tidak akan mudah tergiur dengan sesuatu yang manis dan cepat habis, dan tidak akan tertarik denagn nikmat sesaat yang berakhir dengan penyesalan abadi.

Hikmah yang bisa dipetik dari keyakinan ini adalah hidup akan lebih waspada dan selalu berhati-hati. Tidak mudah membuang peluang dan kesemampatan. Masa muda tentu akan dipergunakan dengan sebaik-baiknya, karena hal itu akan kita alami hanya satu kali saja, tidak akan ada siaran tunda atau siaran ulang. Kita akan senantiasa berbuat baik dengan siapapun karena tita tidak tahu apa yang akan terjadi setelah itu.

Mengakui kesalahan karena telah berbuat dosa adalah perbuatan terpuji dan termasuk akhlak mulia. Sesal sehari, sesal semusim, sesal setahun, masih bisa kita perbaiki pada hari, musim, dan tahun berikutnya. Namun penyesalan di hari akhir tentu sudah tidak ada gunanya. Sehingga mereka bertanya kepada dirinya,"Fahal ilaa khurujin min sabil?" "Apakah ada jalan keluar?"

Di akhirat nanti bukan saatnya menanam, tapi saatnya memetik buah apa yang kita tanam waktu di dunia. Adapun penyesalan yang dialami manusia sekurang-kurangnya dapat diklasifikasikan kepada hal sebagai berikut:

1. Mempunyai ilmu dan keyakinan, akan tetapi ia khianat akan ilmu dan keyakinannya.

2. Lupa tidak ibadah dan luput tidak syukur karena disibukkan oleh tugas-tugas duniawi, mengatur nasib orang, tapi lupa terhadap dirinya sendiri.

3. Kekurangan ilmu, sehingga seseorang memiliki niat yang baik, tapi dilakukan dengan cara yang salah dan otomatis amalnya pun jadi salah.

Pada hari akhir setiap hamba bertanggung jawab terhadap amal masing-masing. Orang tua , sahabat, anak, istri, suami, saudara, kerabat, tidak akan dapat memberi pertolongan. Semuanya itu tak ubahnya sebagai dongeng=dongeng biasa, padahal keadaan seperti itu pasti akan terjadi.
Pada hari Akhir ada orang yang lari dari saudaranya, lari dari orang tuanya, lari dari istrinya, lari dari suaminya, dan lari dari anaknya. Masing-masing akan disibukkan denagn perhitungan amalnya.

"Hai manusia, berbaktilah kepada Tuhanmu, dan takutlah pada satu hari yang (padanya) tidak bapak melepaskan (apa-apa) dari anaknya, dan tidak pula anak bisa melepaskan apa-apa dari bapaknya. Sesunguhnya perjanjian (hari kiamat) Allah itu benar, maka janganlah kamu tertipu oleh kehidupan yang rendah, dan janganlah ditipu terhadap Allah dan penipu, QS Lukman 33.

Kembali ke Masjid

Seribu empat ratus tahun lalu, Rasulullah Saw memberikan contoh bagaimana menjadikan masjid sebagai pusat segala kegiatan kaum Muslimin. Termasuk dalam hal mengelola negara, beliau bersama para sahabat menjadikan masjid sebagai ruang kontrol terbesar. Mengendalikan daerah-daerah atau mengatur perputaran uang negara untuk kesejahteraan rakyat.

Negara di zaman Rasulullah saw menerapkan prinsip pengaturan keuangan yang baik.

No comments:

Post a Comment